Manusia kini hidup di dalam masyarakat konsumen. Masyarakat konsumen menyebabkan suatu transformasi yang mendalam kepada kehidupan sosial dengan melibatkan perubahan fungsi barang yang dahulu hanya menjadi pemuas keinginan (atau kebutuhan) menjadi komunikator makna. Di dalam masyarakat konsumen tersebut, individu-individu mendefinisikan diri sebagai konsumen dan memeroleh kepuasan mereka melalui konsumsi. Oleh karena itu, pemasar dan pengiklan menghasilkan sistem makna, prestise, dan indentitas dengan mengaitkan produk yang mereka jual dengan gaya hidup, nilai simbolis, maupun kesenanngan tertentu.
Periklanan menjadi penting karena dalam kapitalisme, individu bergantung padanya untuk memeroleh makna tertentu. Selain itu, iklan juga memainkan peran kunci dalam transisi budaya dari budaya buku menjadi budaya media figuratif. Alhasil citra memainkan hal yang penting dalam kehidupan, terutama periklanan.
Penulis kemudian tertarik untuk mencoba menganalisis secara sederhana mengenai iklan-iklan yang beredar di masyarakat. Peneliti kemudian memilih iklan biskuit Roma Kelapa sebagai lahan analisisnya. Pemilihan iklan ini didasari bahwa iklan biskuit Roma Kelapa merupakan iklan yang biasa ditayangkan di televisi dalam waktu kapan pun. Seringkali orang tidak sadar bahwa ada yang bisa dikulik dari iklan-iklan yang dianggap biasa atau sambil lalu. Analisis yang penulis lakukan terbagi atas dua sisi, yakni dari sisi pengiklan maupun dari sisi penulis sendiri.
Dari sisi pengiklan
Gambar 1. Sang ayah yang kelelahan setelah bekerja
Sumber: youtube.com
Klaim atas iklan tersebut adalah keluarga milenial yang masing-masing anggota keluarganya disibukkan oleh urusannya masing-masing dan memiliki rasa lelah mereka akhirnya bertemu dalam satu situasi yang akrab. Situasi akrab ini didukung oleh hadirnya makanan, yakni Roma Kelapa yang disukai oleh semua anggota keluarga sehingga di dalam keluarga tersebut ada kesatuan atas rasa suatu cemilan.
Klaim tersebut dapat ditujukkan sebagai berikut: Si ayah merasa kelelahan dengan pekerjaanya di kantor. Hal tersebut ditunjukkan dengan raut muka yang penuh beban ketika sang ayah keluar dari mobil. Selanjutnya sang ibu yang sibuk dengan pekerjaannya, membantu dan mendampingi aktivitas anak-anaknya di rumah.
Secara eksplisit, pengiklan berusaha menarik perhatian penonton dengan adanya cemilan yang menarik dan praktis. Cemilan tersebut memiliki bentuk yang tidak terlalu besar sehingga mudah dikonsumsi. Warnanya kuning cerah sehingga mengundang selera. Selain itu, kemasannya yang merah cerah menyala sehingga membuat seseorang dapat tertarik memilikinya.
Sedangkan secara implisit, iklan tersebut menyiratkan bahwa dengan kehadiran satu bentuk cemilan yang menarik, yang disukai oleh semua anggota keluarga, akhirnya dapat menghilangkan kelelahan para anggota keluarga dari kesibukan “dunia” mereka masing-masing.
Pihak yang terwakili dalam iklan tersebut adalah para keluarga muda atau milenial. Hal tersebut bisa ditunjukkan dengan paras para kedua orang tua yang terlihat masih muda. Selain itu terdapat pula anak-anak yang masih kecil. Orang biasanya menganggap keluarga muda adalah keluarga yang masih memiliki anak kecil dengan kisaran kurang dari 10 tahun.
Iklan tersebut memiliki latar musik yang menyenangkan. Hal tersebut membuat penonton diharapkan memiliki atensi dalam memperhatikan iklan tersebut. Selanjutnya fokus suara (vokal) tertuju pada seorang anak laki-laki. Dia memiliki kesan lebih kuat ketimbang para pemeran lainnya. Suara anak laki-laki tersebut terdengar aktif sehingga bisa membangkitkan suasana penonton. Dari latar rumahnya diperlihatkan suasana yang cozy dengan warna tembok yang tidak terlalu mentereng, gorden yang cenderung transparan, dan warna tema perabotan yang tidak mencolok. Para pengiklan ingin menunjukkan ketika seseorang memiliki atensi untuk menonton iklan tersebut, para penonton bisa menontonnya dengan santai dan tidak harus menguras emosi karena warna-warna yang ditampilkan tidak terlalu kuat.
Gambar 2. Keluarga yang riang gembira sembari menyantap produk makanan
Sumber: youtube.com
Target audiens dalam iklan tersebut jikalau dilihat secara luas adalah keluarga-keluarga urban yang lelah menghabiskan waktu dengan aktivitas-aktivitas keseharian mereka. Dengan kumpul bersama seluruh anggota keluarga, diharapkan keluarga tersebut memiliki rasa yang hangat dan saling mencintai satu dengan yang lain sehingga terciptalah keluarga yang harmonis.
Secara eksplisit, yang hendak ditampilkan iklan terhadap target audiensnya adalah dengan keceriaan yang ditampilkan oleh masing-masing anggota keluarga, muncul semangat yang baru dalam menjalani hari-harinya. Di situ tampak bahwa setelah mereka kumpul dan makan cemilan bersama, mereka menjadi kembali bersemangat dengan senda-gurau.
Kemudian, kesan implisit yang hendak ditampilkan oleh iklan tersebut adalah beban keluarga dapat ditanggung sama rata oleh laki-laki maupun perempuan. Terjadi sifat saling pengertian dan saling mendukung. Hal tersebut diwujudkan oleh mereka masih dapat berkumpul bersama setelah seharian bekerja. Sang ayah tidak langsung nyelonong beristirahat ketika pulang ke rumah dalam keadaan lelah. Tidak ada sekat-sekat antara suami dan istri di rumah.
Dari sisi analisis penulis
Klaim yang hendak ditampilkan dalam iklan tersebut adalah keluarga yang ideal adalah keluarga yang heteroseksual. Hal tersebut merupakan suatu citra atas masyarakat Indonesia yang mana heteronormativitas masih begitu dihargai oleh masyarakat. Selain soal heteronormativitas, iklan tersebut juga memberikan suatu gambaran yang ideal bahwa keluarga memiliki dua anak (bisa jadi sesuai dengan program Keluarga Berencana). Akan tetapi di dalam iklan tersebut diperlihatkan bahwa masih terdapat ketimpangan gender. Selain dari segi keluarga, klaim yang hendak dicapai adalah keharmonisan yang secara cepat terjadi ketika mereka kumpul dan makan bersama.
Keluarga yang ideal (menurut versi heteronormatif) adalah keluarga berisikan ayah laki-laki dan ibu perempuan serta anak-anaknya. Selain itu kelurga yang ideal ditandai dengan hadirnya dua anak. Hal ini bisa membuat kedudukan antara laki-laki dan perempuan seimbang. Walaupun begitu, laki-laki mendominasi. Hal tersebut mewujud ketika sang ibu hanya menjaga anak-anaknya di rumah. Perempuan yang ideal adalah perempuan yang diam di rumah, melakukan pekerjaan domestik, dan menjaga anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Keharmonisan yang cepat tersebut ditunjukkan ketika keluarga tersebut antusias ketika menyantap cemilan dan merasa sangat bahagia, dengan terlihatnya raut muka mereka yang ceria.
Secara eksplisit iklan ini ingin membawa seseorang bahwa dengan mengonsumsi sesuatu, mereka mendapatkan kebahagiaan secara instan. Dari rasa lelah sehabis melakukan aktivitas bisa kembali ceria ketika makan cemilan dan kumpul bersama. Padahal memakan cemilan tidak terlalu membuat seseorang langsung bahagia. Bisa saja seseorang yang selesai melakukan aktivitasnya beristirahat dengan sendiri, bermain smartphone-nya, atau bahkan tidur. Kebahagiaan dan keceriaan yang terjadi di rumah tangga tidak terjadi begitu saja secara instan. Perlu waktu jeda dulu untuk masing-masing anggota keluarga me-recover dirinya. Inilah yang iklan hendak sampaikan, sesuatu yang tidak sebenarnya tidak dapat dibeli dengan suatu komoditas tertentu.
Gambar 3. Dominasi peran laki-laki atas perempuan
Sumber: youtube.com
Kemudian secara implisit, iklan tersebut masih mempromosikan bagaimana kuatnya peran laki-laki di dalam keluarga. Hal tersebut dapat dilihat ketika seseorang jeli terhadap proporsi ruang ketika laki-laki dan perempuan dihadapkan dalam garis yang terpisah. Anak laki-laki dengan ayahnya cenderung memiliki proporsi ruang yang lebih besar ketimbang sang ibu dengan anak perempuannya. Selain itu peran gender yang heteronormatif juga masih kuat. Hal tersebut terlihat dari mainan anak yang memiliki warna yang berbeda untuk setiap jenis kelamin. Sang anak laki-laki menggunakan walkie talkie tosca dan anak perempuan menggunakan walkie talkie berwarna pink. Jadi nuansa dominasi suatu gender (dalam hal ini adalah maskulinitas) masih terasa dan ingin tetap dilestarikan.
Seperti yang dijelaskan pada sisi sebelumnya, penulis juga merasa bahwa yang terwakili dari iklan tersebut adalah kelas sosial dengan generasi milenial. Generasi milenial adalah mereka yang berusia 24 sampai 39 tahun. Generasi milenial pula menempati urutan kedua terbanyak, yakni 25,87% dari seluruh penduduk Indonesia. Biasanya pada generasi ini, mereka cenderung sudah berkeluarga dan memiliki anak yang berumur kurang dari 10 tahun.
Gambar 4. Sang ibu dalam iklan
Sumber: youtube.com
Ketika melihat visual iklan, penulis merasakan kuatnya perhatian yang ditarik oleh sang ibu yang berwarna merah cerah. Jika diamati warna yang dipakai oleh sang ibu sangat mencolok dibandingkan dengan warna lainnya yang cenderung lebih kalem. Warna merah di sini bisa dikaitkan dengan gairah, semangat, dan kontrol. Selanjutnya ketika kita sadar akan kemasan dari cemilan tersebut, warnanya juga senada, yakni merah. Dari sana bisa menyiratkan bahwa di dalam keluarga, seorang wanita harus memiliki semangat. Ketika sang suami lelah bekerja dan memiliki kontrol yang kurang kuat, di situlah perempuan tampil dan mengontrol suasana keluarganya. Di dalam iklan tersebut ditunjukkan bahwa sang ibu selalu tersenyum. Artinya dia mengontrol keceriaan, rasa hangat, dan cinta di dalam keluarganya.
Warna merah juga bisa diartikan dengan sensualitas. Hal tersebut terlihat ketika sang ibu bergaya sedikit centil saat disorot full face di kamera. Bisa jadi dia ingin menarik minat suaminya ketimbang sang anak. Jadi secara tidak langsung terdapat suatu pergulatan pengaruh antara sang ibu dengan kedua anaknya. Sang ibu berusaha keras bahkan dengan sedikit menggoda untuk menarik perhatian suaminya.
Gambar 5. Diferensiasi minuman dalam iklan
Sumber: youtube.com
Kemudian apabila kita melihat secara detil minuman yang disuguhkan sang ibu, terdapat diferensiasi yang cukup mencolok. Diferensiasi ini didasari pada usia. Si anak perempuan yang paling muda meminum susu. Si anak laki-laki yang lebih tua meminum teh. Sang ayah yang meminum kopi. Susu bisa dilambangkan sebagai sarana untuk mengejar prestasi, jadi sang anak perlu berprestasi. Kemudian kopi bisa diasosiasikan dengan seseorang yang banyak ide dan tidak segan untuk begadang. Jadi sang ayah dapat digambarkan sebagai lelaki yang pekerja keras, penuh ide, dan tidak segan untuk begadang. Hal ini malah kembali menguatkan peran gender laki-laki yang maskulin. Selanjutnya adalah teh. Ketika meminum teh, orang tersebut adalah orang yang teratur. Jadi anak laki-laki yang penuh semangat perlu mengatur ritme kehidupannya.
Dari kedua penjabaran di atas, terlihat bahwa di dalam iklan Roma Kelapa ini adalah kebersamaan, keceriaan, dan keharmonisan di dalam keluarga secara instan. Keluarga di sini yang disorot adalah keluarga muda yang secara statistik memiliki jumlah dan pengaruh yang cukup kuat di Indonesia. Walaupun begitu, iklan Roma Kelapa ini masih mendukung “cita-cita ideal” yang kuat, seperti heteronormativitas dan peran gender yang kaku.
Untuk itu perlu suatu gagasan baru mengenai “identitas yang cair” yang nantinya bisa membentuk masyarakat. Hal ini didasari bahwa selain sebagai representasi atas suatu masyarakat, iklan bjuga bisa membentuk masyarakat.
Referensi
Comments