top of page
Writer's pictureBilly Gustav

Analisis Semiotika Iklan Indomie Jadul


Periklanan menjadi suatu hal yang penting dalam kapitalisme. Periklanan merupakan salah satu strategi dari kapitalisme untuk memberikan informasi terkait dengan produk maupun layanan. Manusia telah melihat ratusan bahkan ribuan iklan melalui berbagai platform cetak, radio, televisi, maupun platform digital. Iklan berperan penting dalam membentuk opini masyarakat, mulai dari produk sampai politik. Hal inilah yang membuat perusahaan dalam menyusun strategi, mengetahui waktu dan di mana mereka mengeluarkan iklannya (Subramanian, 2017).

Setiap iklan tentu memiliki makna. Salah satu cara untuk mengetahui konstruksi makna yang ada di dalam iklan adalah semiotika. Semiotika merupakan studi mengenai tanda dan segala hal yang berhubungan dengannya, mulai dari cara berfungsi, hubungan dengan tanda-tanda lain, para pengirim, dan penerima yang menggunakan makna tersebut (Salmiati, 2019).

Metode semiotika yang akan digunakan oleh penulis adalah semiologi model de Saussure. De Saussure memfokuskan diri pada bagaimana tanda-tanda memiliki keterkaitan dengan tanda-tanda yang lain (Salmiati, 2019). Tanda merupakan sebuah obyek fisik yang memiliki makna. Tanda terdiri dari signifier (penanda) dan signified (petanda). Penanda merupakan gambaran fisik yang dapat diketahui oleh indera manusia (nyata). Sedangkan petanda merupakan konsep mental yang mengacu pada gambaran fisik dari penanda. Penulis hendak menggunakan iklan Indomie tahun 1970-an yang dibintangi oleh salah satu pelawak beken kala itu, S. Bagio.

Hermerén (1999 dalam Sofia, 2015) menjelaskan bahwa di dalam komunikasi massa, dapat dipahami bahwa penerima pesan (audience) kerap kali menganggap pesan tidak relevan karena mungkin jutaan orang lain mendapatkan pesan yang sama di dalam iklan. Maka, pengiklan perlu menciptakan kesan mengenai hal-hal penting yang akan dipromosikan untuk pemirsa. Salah satu yang dilakukan iklan adalah menyapa para audience seolah-olah sebagai teman lama atau menggaet selebriti maupun stereotip bahwa pemirsa akan mengenalinya dan merasa dilibatkan. Di dalam iklan Indomie ini, pengiklan menggunakan sosok S. Bagio agar orang-orang tertarik untuk melihat iklan tersebut dan dapat menyerap pesan-pesannya.

Penulis melihat bahwa iklan ini memiliki dua makna, yakni peran perempuan dan keceriaan yang didapat secara instan. Terkait dengan peran perempuan pada masa itu, yakni di tahun 1970-an, maka penulis perlu menjabarkan bagaimana Orde Baru merangsek pemahaman masyarakat. Salah satu ciri khas dari rezim ini adalah penyeragaman. Melalui serangkaian sistem yang mereka bentuk, perempuan ditempatkan di dalam ranah domestik. Peran perempuan yang utama pada saat itu adalah sebagai “istri” atau “ibu”.

Pemerintah berusaha untuk mendefinisikan peran perempuan, salah satunya pada nilai-nilai yang termuat dalam Panca Dharma Wanita. Pertama, wanita sebagai istri yang mendampingi suami. Kedua, wanita sebagai ibu rumah tangga. Ketiga, wanita dianggap sebagai penerus keturunan dan pendidik anak. Keempat, wanita sebagai pencari nafkah tambahan. Kelima, wanita menjadi warga negara dan anggota masyarakat.

Selain itu, di dalam pidato Suharto pada Hari Ibu tahun 1978, dia menekankan bahwa kaum wanita tidak menghendaki untuk kehilangan sifat-sifat kewanitaan dan keibuannya. Kemajuan wanita Indonesia berarti penyempurnaan sifat maupun kodratnya sebagai wanita, yakni sebagai ibu. Wanita yang kehilangan sifat maupun peranannya terkait kewanitaan dan keibuannya, “pasti” tidak akan mengalami kebahagiaan sejati. Hal ini secara tidak langsung menyiratkan akan upaya domestifikasi dan depolitisasi perempuan yang hanya berperan dalam mengurus suami, anak, dan rumah tangga. Perempuan tidak diberi ruang untuk melakukan dan menikmati hidupnya, sebagai subyek.

Hal tersebut bisa dikaitkan dengan konsep fungsionalisme struktural, hal tersebut terkait dengan hadirnya lembaga sosial. Parsons mendefinisikan lembaga sosial sebagai harapan standar yang menentukan perilaku “benar” dari seseorang yang melakukan peran sosial tertentu (Sogorin, 2015). Jadi iklan juga terkait dengan aspek budaya, yang mana iklan sebagai representasi budaya yang ada di dalam masyarakat tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Pada saat itu pembedaan peran domestik maupun publik masih ditentukan oleh jenis kelamin seseorang.

Di dalam iklan tersebut, terlihat bagaimana batas antara laki-laki maupun perempuan diwakili oleh tirai berwarna biru. Selain memiliki kesan profesional, biru juga menyiratkan makna kekuatan. Jadi secara tidak langsung terdapat kekuatan yang berusaha untuk membatasi peran perempuan untuk berpartisipasi di dalam ruang publik. Tokoh sang istri yang melakukan adegan keluar untuk menemui sang suami memperlihatkan bagaimana perempuan keluar dari zona domestiknya hanya sebagai pendamping atau pembantu sang suami. Dominasi patriarki sangat terlihat di dalam iklan ini.

Makna berikutnya yang dapat ditemukan di dalam iklan Indomie tersebut adalah budaya instan. Pada 1970-an mungkin budaya masyarakat Indonesia belum mirip dengan budaya Barat. Namun dengan hadirnya media dan berbagai teknik komunikasi, informasi dapat melintasi batas geografis sehingga iklan memainkan peran sebagai salah satu usaha dalam proyek pengorganisasian peradaban baru, yakni peradaban universal (Sharma, 2017).

Budaya universal yang tampak di sini adalah bagaimana menjadikan segala sesuatu secara instan. Masyarakat memimpikan untuk mendapatkan keceriaan ketika makan bersama. Mimpi ini adalah sesuatu yang ideal. Di sini iklan berusaha untuk menghadirkan ide simbiosis antara imajinasi dan mimpi dengan kenyataan (Todorova, 2018).

Iklan juga mencerminkan nilai-nilai budaya masyarakat setempat (Sharma,2017). Iklan membuat seseorang mendapatkan informasi mengenai cara-cara baru untuk membuat budaya kita lebih baik dan mengenal budaya lainnya. Hal ini tampak dengan kostum yang digunakan oleh para pemeran yang mencerminkan budaya masyarakat Indonesia dengan keanekaragamannya. Selain “mempromosikan” budaya negara, iklan juga mengajarkan seseorang (terutama pada saat itu) untuk mengenali budaya orang lain (yang diwakili dengan kostum tradisionalnya).

Berdasarkan uraian di atas, iklan memiliki peran penting dalam membentuk opini masyarakat, khususnya dalam hal pembedaan gender. Namun iklan juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang dapat menembus batas-batas geografis. Di samping itu, iklan juga berperan dalam mempromosikan khazanah budaya bangsa.


Referensi

36 views0 comments

Comments


bottom of page