Iklan merupakan sebuah alat yang tentunya digunakan untuk mempromosikan produk. Iklan bisa disebut sebagai sebuah alat bagi kaum-kaum kapitalis untuk memperkenalkan berbagai produk yang telah mereka buat kepada masyarakat luas. Perkembangan teknologi membuat iklan yang tampilan menjadi semakin bervariasi dan menarik untuk simak.
Pada umumnya iklan merepresentasikan situasi sosial kita sebagai masyararakat, dalam artian bahwa konsep iklan dalam iklan biasanya mengikuti kebiasaan kita (masyarakat) atau yang disebut Goffman sebagai Hyper-ritualitas. Menurut Goffman (Willem, dkk. 2012) iklan menggunakan hyper-ritualitas dalam praktek yang ditampilkan. Iklan yang ditampilkan telah melewati berbagai proses agar visual yang ditampilkan terlihat lebih menarik. Salah satu proses yang dilewati sebelum dipublis ke media adalah proses Editing. Goffman menyebutkan bahwa iklan bisa disebut sebagai replikan atas interaksi sosial. Hal ini sama dengan apa yang telah disinggung sebelumnya. Hyper-ritualitas sendiri merupakan kondisi di mana realitas semu yang ditampilkan dianggap lebih baik dari realitas yang sebenarnya.
Selain dari Goffman, kita juga bisa melihat iklan menggunakan sudut pandang postmodern yaitu perspektif yang disebut Hyper-realitas dari Jean Baudrillard. Secara singkat Hyper-realitas ini merupakan kondisi di mana sebuah realitas atau kenyataan diubah menjadi sebuah realitas semu.
Pengenalan Iklan
Iklan ini diawali dengan memperlihatkan seorang anak laki-laki yang meminta kepada ibunya untuk dibelikan baju dari salah satu merek yang dia mau, dan permintaannya itu langsung dipenuhi shanya dengan sekali klick pada handphone.
Kemudian scene berali ke anak perempuan yang sedang berada di kamar dan didatangi oleh ibunya. Anak perempuan itu meminta untuk dibelikan Skincare. Sama hal dengan sebelumnya, anak perempuan itu langsung mendapatkan skincare yang dia minta.
Scene beralih lagi kepada anak laki-laki yang sedang duduk di kursi Gaming dengan menggunakan Headset, kemudian dia meminta kepada ibunya untuk membelikan Smartphone dengan merek yang dia rekomendasikan.
Analisis
Iklan menunjukan kondisi Ideal pada masyarakat Indonesia yang mana anak-anak akan selalu minta kepada orang tua mereka untuk membelikan barang atau produk yang mereka inginkan. Sadar atau tidak, iklan juga ingin menampilkan bahwa di dalam keluarga orang yang bisa memenuhi berbagai keinginan dari anggota keluarga adalah seorang Ibu. Secara tidak langsung iklan menunjukan bahwa seorang ibu ada baiknya memenuhi berbagai permintaan dari anggota keluarga, dan juga untuk memenuhi keinginan itu Ibu lah yang paling tau bagaimana memenuhinya, yaitu dengan cara membeli semua barang itu melalui aplikasi Shopee. Kemudian anak laki-laki yang ditampilkan oleh iklan menunjukan realitas yang ada di masyarakat, yaitu anak laki-laki selalu identik dengan game dan untuk bermain game biasanya menggunakan Smartphone dengan mereka tertentu, salah satunya seperti yang ditampilkan iklan yaitu Xiaomi. Anak perempuan yang ditampilkan iklan juga mencerminkan sebuah realitas yang mana perempuan di identikan dengan perawatan tubuh salah satunya dengan menggunakan skincare.
Pada iklan ini, peran editing sangat penting karena proses editing ini bisa membuat visual iklan menjadi semakin hidup. Misalnya saat Ibu dalam iklan ini memencet logo shopee dan barang yang diingkan pun muncul, inilah yang disebut sebagai sebuah Hyper-ritualis dan Hyper-realitas. Apa yang kita lihat di media pada akhirnya tidak seperti apa yang ada di dunia nyata. Walaupun pembelian dilakukan melalui Shopee itu saja barang itu tidak akan tiba secara cepat, pastinya harus memakan waktu dalam proses pengiriman.
referensi:
Willem, C., Araüna, N., Crescenzi, L., & Tortajada, I. (2012). Girls on Fotolog: Reproduction of gender stereotypes or identity play?. Interactions: Studies in Communication & Culture, 2(3), 225-242. Diakses melalui https://drive.google.com/file/d/1ZQox_zxglBxb7l5pi7Us_i3kEVIxRgxp/view. Pada 01 November 2021, pukul 19:11 WIT.
Comentários