top of page
Writer's pictureBilly Gustav

Peranan Perempuan dalam Iklan Sunlight Jeruk Nipis “ 10x Bersihkan Lemak Lebih Cepat”


Sumber: youtube.com, 2021.


Advertising atau periklanan merupakan istilah yang berasal dari kata advertere (Lat.) yang berarti mengarahkan perhatian seseorang kepada suatu hal. Istilah ini kemudian dipakai oleh penjual agar seseorang menjadi tertarik dan akhirnya membeli produk atau layanan yang diproduksi oleh si penjual. Danesi (2015) menjelaskan bahwa di dalam iklan, seseorang akan menemukan banyak jargon. Jargon-jargon tersebut sejarinya merupakan suatu metafora konseptual yang hendak menghubungkan suatu produk dengan pola pikir sosial (Danesi, 2015). Wacana periklanan nantinya berusaha mengadaptasi wacana atau tren sosial yang relevan untuk mencapai tujuannya.

Iklan juga memanfaatkan fenomena kode-kode sosial yang mengambil perspektif gender di dalam interaksi anggota keluarga. Gender telah menjadi wacana sosial yang memberi kesan pada berbagai pengejawantahan peran antara laki-laki maupun perempuan dalam menata hubungan sosial. Akan tetapi, pemahaman mengenai gender tidak memuaskan berbagai pihak.

Perlu diketahui bahwa gender merupakan suatu pembedaan jenis kelamin beserta berbagai tafsiran sifat di dalamnya yang melekat pada kedua jenis kelamin tersebut. Pembedaan tersebut terjadi akibat konstruksi sosial dan kultural (Suasana, 2001). Ciri-ciri dan sifat yang tersusun oleh konstruksi sosial ini sejarinya bisa dipertukarkan kepada jenis kelamin yang berbeda. Perubahan ciri dan sifat tersebut dapat terjadi di dalam konteks ruang dan waktu yang berbeda.

Kendati dapat dipertukarkan, namun secara historis, perempuan dijadikan pihak yang subordinat. Ideologi housewifization yang berlangsung sepanjang sejarah menekankan bahwa perempuan memiliki peran sebagai ibu rumah tangga. Peran perempuan dibentuk menjadi ibu rumah tangga yang memiliki fungsi untuk mengasuh anak dan mengurus rumah tangga (Suasana, 2001). Dalam ideologi ini pula, perempuan yang adalah ibu rumah tangga yang mesti memberikan tenaga dan perhatiannya demi kepentingan keluarga. Perempuan tidak boleh mengharapkan imbalan, prestise, dan kekuasaan.

Iklan juga mengemas dirinya dengan gaya slice of life (Suasana, 2001). Gaya ini menyajikan sebuah bentuk potret kehidupan seseorang yang menunjukkan aktivitas maupun rutinitas yang dapat dijumpai di dalam masyarakat. Karena di dalam fenomena kode-kode sosial yang ada, peran gender perempuan dimanfaatkan oleh iklan. Secara tidak sadar, iklan juga turut berpartisipasi dalam melegitimasi citra perempuan dalam bias gender pada konstruksi sosial. Hal tersebut menempatkan citra perempuan sebagai pekerja tugas-tugas domestik menjadi semakin kokoh.

Didasari pada pemahaman mengenai gaya slice of life pada iklan, maka penulis mencoba menganalisis iklan produk toiletteries untuk keluarga, seperti iklan sabun cuci piring. Adapun pembahasannya adalah sebagai berikut:


Gambar 1. Adegan seorang wanita yang bekerja

Sumber: youtube.com, 2021.


Gambar 2. Adegan seorang wanita yang hendak mencuci piring

Sumber: youtube.com, 2021.


Dari kedua gambar di atas, penulis tertarik dengan penjelasan Paisley-Bulter (1974 dalam Sari, 2017) mengenai kesan yang dibentuk oleh iklan-iklan mengenai perempuan. Pertama, iklan cenderung merendahkan perempuan. Perempuan hanya dijadikan sebagai obyek seks. Kedua, iklan menempatkan perempuan di tempatnya. Maksudnya iklan berusaha untuk menempatkan perempuan pada peran-peran tradisionalnya (seperti ranah domestik).

Ketiga, perempuan di dalam iklan diposisikan di dua tempat. Perempuan dapat mendapatkan pekerjaan selama mereka masih tetap menjalankan perannya sebagai istri atau ibu. Pekerjaan di ranah publik dianggap hanya sebagai tambahan dan pekerjaan domestik menjadi pekerjaan yang mutlak bagi seorang perempuan.

Kesan ketigalah yang coba dibentuk oleh iklan tersebut. Perempuan digambarkan sebagai seorang individu yang aktif. Iklan menampilkan bahwa perempuan bisa melakukan tugas apa saja, baik di ranah publik maupun domestik. Namun penekanannya lagi-lagi pada bagaimana perempuan berhasil dalam melaksanakan tugas mutlaknya itu, yakni membersihkan piring-piring keluarga yang kotor.

Apabila disandingkan dengan iklan yang menampilkan gaya slice of life, maka penonton akan menganggap fenomena gender ini adalah suatu hal yang biasa. Mereka sudah mendapatkan pembedaan gender melalui sosialisasinya dengan keluarga dan kini diperkuat oleh media massa. Hal tersebut memunculkan anggapan bahwa walaupun seorang perempuan tetap bekerja di ruang publik, dirinya tetap harus mengerjakan tugas-tugas rumah.

Selain itu dapat dilihat bahwa tidak ada seorang laki-laki yang tampil di dalam iklan tersebut. Hal tersebut bisa dikenali dari sistem patriarki yang ada di dalam masyarakat. Bhasin (1996 dalam Nadya, 2020) menjelaskan bahwa budaya patriarki merupakan sistem sosial yang mendukung dan membenarkan dominasi laki-laki. Budaya ini juga memberi hak-hak istimewa pada laki-laki. Hak-hak tersebut termasuk kedudukan laki-laki yang lebih diterima di ruang publik dan tugasnya yang minimal di ruang domestik. Pada akhirnya di dalam iklan tersebut memang tidak ada tokoh laki-laki, karena kunci dari iklan tersebut adalah pekerjaan domestik.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa perempuan di dalam iklan biasanya memberi kesan bahwa mereka mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik. Pada perkembangan selanjutnya, dikesankan bahwa perempuan memiliki posisi yang lebih baik, misalnya bekerja di area publik. Walaupun begitu perempuan lagi-lagi tetap berkubang di dalam area-area domestik. Hal ini mencerminkan wacana sosial gender yang timpang.


Referensi:

Suasana, A. A. (2001). Hubungan gender dalam representasi iklan televisi. Nirmana, 3(1). Diakses dari https://ojs.petra.ac.id/ojsnew/index.php/dkv/article/view/16061/16053 pada 21 November 2021.

29 views0 comments

Comentarios


bottom of page